Tampilkan postingan dengan label Revolusi Mental. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Revolusi Mental. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 Januari 2017

Menyelamatkan Lingkungan, Berawal dari Revolusi Mental

Dalam hidupnya, manusia akan selalu berhadapan dengan tantangan dan perubahan. Yang sering terjadi, sebagian besar bukanlah kesulitan itu sendiri, namun reaksi pikiran kita. Bayangkan jika Anda adalah seseorang yang tidak bisa berenang. Suatu hari, tiba-tiba ada rekan mengajak Anda menyelam di kawasan Raja Ampat, Papua Barat yang keindahan bawah lautnya sudah sangat terkenal di dunia.
Jika menyukai tantangan, anda akan berkata, “Oke. Beri saya waktu belajar berenang dan menyelam. Saya pasti bisa, tapi tolong beri waktu.” Kemungkinan kedua, nyali Anda langsung ciut karena sudah berpikir macam-macam: berenang saja tidak bisa, apalagi menyelam. Bisa mati tenggelam aku! Jadi Anda akan menjawab, “Kamu gila ya ngajak saya nyelam? Berenang saja nggak bisa!”
Bukankah ini yang sering kita alami dalam mengarungi tantangan yang datang dalam kehidupan?
Penanaman pohon di sekolah oleh para guru dan siswa, usai Tropical Society menyampaikan
materi tentang perubahan iklim
Hal yang sama berlaku saat Anda disodori tawaran meminimalisasi pemanasan global. “Kita perlu beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Cuaca dan iklim makin tak tentu. Lakukan sesuatu untuk menguranginya. Yuk, naik angkutan umum, hemat energi, jaga hutan, atau apapun…” Bagaimana reaksi Anda jika ada tawaran semacam ini? Tidak peduli atau malah tertawa terbahak-bahak?
Mungkin Anda berpikir bahwa ide mengurangi dampak perubahan iklim adalah ide filosofis yang tak terjangkau. Mungkin pula Anda berpikir tidak mungkin karena dampak perubahan iklim sudah tak dapat dicegah. Kemacetan saja sudah mengesalkan karena pekerjaan terganggu, apalagi harus memikirkan cara mencegah perubahan iklim. Lagipula, belum tentu banjir disebabkan perubahan iklim. Bisa saja karena tingginya curah hujan yang berlangsung berhari-hari tanpa henti.
Manusia memang memiliki pilihan bebas. Yang perlu dicatat, kita tidak perlu berpikir muluk untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Semua dapat dilakukan sesuai dengan bidang Anda masing-masing.
Jika Anda adalah musisi, buatlah musik-musik yang menginspirasi orang lain untuk peduli pada isu perubahan iklim. Jika Anda adalah pengusaha, jadilah pengusaha yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Jika Anda adalah arsitek, rancanglah desain bangunan yang ramah lingkungan. Jika Anda adalah chef, buatlah masakan sehat yang tidak merusak lingkungan. Jika Anda adalah orang tua, berikan contoh yang baik pada anak-anak bagaimana caranya merawat dan menjaga lingkungan
Percayalah bahwa jika masing-masing pihak menjalankan tugas masing-masing sesuai fungsinya, “harmoni” akan tercipta. Sebuah blender atau juicer dapat menghasilkan jus yang nikmat jika listrik menyala dan setiap fungsi mesin berjalan sempurna. Salah satunya rusak akan menghambat yang lain. Demikian pula dengan perubahan iklim.
Jika hanya ilmuwan atau seniman yang bergerak tanpa dukungan pemerintah, penanganan dampak melambat. Tantangan baru dapat teratasi jika seluruh pihak yang terlibat mau bergerak bersama. Sebelum kerjasama terjadi, perlu keinginan bersama meski bukan merupakan hal mudah. Berita baiknya, tantangan membuat karakter kita makin teruji. 
Anak-anak sedang belajar mengidentifikasi daun di Sekolah Alam Bentangor
Pampang Environmental Education Center 
Jika Jepang tak sering dilanda gempa, kecil kemungkinan daya inovasi mereka dalam merancang struktur bangunan yang kokoh teruji. Kecil kemungkinan mereka menjadi bangsa yang tahan banting. Tsunami hebat yang kerap menerjang Jepang justru melahirkan daya cipta yang hebat. Keamanan nuklir mereka makin teruji. Ego tereduksi, kedisiplinan dan kerja keras pun makin terasah.
Dampak perubahan iklim yang sedang terjadi di negara kita mungkin tak seheboh tsunami Jepang. Para ilmuwan telah sepakat bahwa penyebab perubahan iklim adalah manusia itu sendiri. Artinya, potensi bencana dapat kita minimalisir meski terkadang tak dapat kita hindari.
Barang bukti begitu nyata seperti fenomena cuaca ekstrim yang telah kita alami. Bagi Anda yang tinggal di ibukota, cuaca awal tahun 2015 mungkin menjadi momok mengerikan. Banjir dan kemacetan parah tak terhindarkan bahkan istana presiden ikut terendam air.
Saat bersamaan, banjir juga juga melanda seantero tanah air hingga menyebabkan tanah longsor yang merobohkan sejumlah rumah dan menewaskan warga. Para turis yang sekadar ingin berlibur pun terpaksa harus gigit jari.
Pertanyaannya, apakah aneka tantangan ini menjadikan kita sebagai bangsa dan individu yang makin tangguh seperti Jepang atau malah menciptakan pesimisme? Apakah tantangan merupakan kesempatan untuk meningkatkan kapasitas atau justru membuat nyali ciut dan kemudian menyerah begitu saja sebelum bertanding?
Selama ego belum disingkirkan jauh-jauh, seruan untuk sesegera mungkin mengatasi perubahan iklim hanya menjadi angin lalu.
Itu sebabnya upaya dunia menyatukan suara dalam mengurangi dampak perubahan iklim seringkali menemui jalan buntu, terutama pada level pemerintah. Kepentingan “nasional” masih menjadi alasan utama meski tak ada yang menampik bahwa mencegah dampak buruk perubahan iklim sesungguhnya menjadi kepentingan negara manapun. Bagaimanapun, kita hidup dalam satu bola dunia yang sama.
Lakukanlah apa yang dapat Anda lakukan.
Tulisan dengan contoh kasus perubahan iklim ini tak bertujuan melemparkan kritik pedas dan tajam pada siapapun namun untuk menggerakan kesadaran setiap pembaca: kita semua. Kita tidak dapat memaksa orang lain melakukan apa yang kita ingin mereka lakukan, namun kita dapat memaksa diri melakukan apa yang seharusnya kita lakukan.
Jika tidak ingin melihat Indonesia terpuruk, jelas bahwa akar pertama yang perlu kita benahi adalah pola pikir seluruh lapisan masyarakat yang kuncinya datang melalui pendidikan dibarengi teladan para pimpinan, pendidik, politikus, anggota dewan perwakilan rakyat, dan seluruh elit yang duduk sebagai pemimpin bangsa ini. Tanpa disertai teladan, apa yang diajarkan hanya menjadi pepesan kosong. Ia tak lebih dari retorika atau perkataan motivasi yang belum tentu berkuasa mengubah keadaan.
Bayangkan jika saat ini pemerintah menggalakkan aktivitas pelestarian lingkungan hidup tapi pada saat bersamaan memberikan ijin bagi pengusaha untuk membuka lahan-lahan baru secara tidak bertanggung jawab. Bayangkan pula jika kita mengaku sebagai aktivis lingkungan hidup yang aktif membuat kegiatan dimana-mana, namun dalam keseharian masih membuang sampah sembarangan tanpa merasa bersalah.
Para pendidik perlu memberi teladan untuk melahirkan generasi muda yang cinta lingkungan. Para pengusaha perlu memberi teladan dengan tidak mengeksploitasi lingkungan demi profit semata. Para aparatur negara perlu memberi teladan sebagai pelayan masyarakat. Para anggota Dewan Perwakilan Rakyat perlu memberi teladan nyata lewat tindakan dan keseharian.
Inilah hakikat ‘Etika Lingkungan‘ dalam spektrum bernegara: sederhana tapi butuh perjuangan kuat dan komitmen terus menerus buat mewujudkannya.
Etika Lingkungan artinya revolusi mental yang datang dari mentalitas diri kita. Artinya, seharusnya datang dari diri sendiri, bukan karena program pemerintah semata. Jika mental kita sudah terevolusi, tugas selanjutnya adalah menjadi inspirasi bagi orang lain agar mereka pun mengalami revolusi serupa. Menginspirasi artinya memberi contoh melalui perbuatan, bukan perkataan semata.
Pilihan untuk mewujudkan Etika Lingkungan kini ada di tangan Anda.

Selasa, 10 Januari 2017

Bersih-bersih Pantai di Karangsong dan Cetak Rekor Minum Sirup Mangrove

Anak-anak usia sekolah dasar yang berasal dari SDN Karangsong 01, 
SDN Unggulan dan SDN Pabean Udik 2 juga turut andil dalam pembersihan pesisir. 
(Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia)

Terik matahari yang menyengat siang itu tak menyurutkan animo masyarakat untuk hadir ke pesisir Karangsong, Indramayu, Jawa Barat. Anak-anak hingga orang dewasa terlihat memenuhi setiap sudut tepian pantai. Mereka berdatangan dengan semangat untuk hadir dalam acara pembersihan sampah-sampah yang tercecer di pinggiran laut.

Bak tumpah ruah, berbagai kegiatan terpusat disini. Seperti lomba mewarna bagi anak-anak, cek pengobatan gratis, menggambar tong sampah, hingga acara yang dinanti-nanti yakni minum sirup mangrove hingga memecahkan rekor muri. Peserta pecah rekor muri ini mencapai 1000 peserta terdiri dari pekerja Pertamina, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), warga, pelajar, dan relawan. Acara juga dimeriahkan dengan bazaar UMKM dan sekolah binaan Pertamina,

Pembersihan pantai dipimpin langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, bersama Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam, Bupati Indramayu Anna Sopanah. Setelah acara dimulai, masyarakat terlihat sangat antusias dalam memunguti sampah yang mengotori pantai. Dengan diberikan wadah plastik, masyarakat menyebar ke sekitar pantai agar sampah dapat dibersihkan secara merata.

Anak-anak usia sekolah dasar yang berasal dari SD N Karangsong 01, SD N Unggulan dan SD N Pabean Udik 2 juga turut andil dalam pembersihan pesisir. Panasnya matahari tak mematahkan semangat anak-anak untuk mengambil sampah di tepian pantai.  

Acara yang berlangsung pada Sabtu (10/12) lalu tersebut merupakan bagian dari peringatan HUT Pertamina ke-59. Kegiatan ini juga termasuk dalam program Pemberdayaan dan Pembersihan Pantai Kampung Nelayan yang dilakukan di lima lokasi secara serentak.
Perlu diketahui Balongan adalah salah satu dari lima lokasi pelaksanaan program secara serentak. Lima lokasi yang menyelenggarakan acara serupa yaitu Pantai Kampung Bugis, Tanjung Uban, Kepulauan Riau;Pantai Kampung Atas Air, Balikpapan, Kalimantan Timur;Pantai Teluk Penyu, Cilacap, Jawa Tengah;dan Pantai Grand Watu Dodol, Banyuwangi, Jawa Timur.

Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk menggugah kesadaran masyarakat untuk lebih peduli dengan kelestarian lingkungan pesisir pantai, khususnya dengan menjaga kebersihannya. Selain itu, melalui beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan, termasuk di Balongan, dapat menjadi bukti komitmen Pertamina pada peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan di sekitar pesisir melalui program Corporate Sosial Responsibility (CSR) maupun Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dengan momentum HUT perusahaan.

“Sebagai perusahaan yang bergerak di sektor energi dengan sebagian wilayah operasinya bersentuhan dengan pantai, Pertamina merasa ikut bertanggung jawab terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan yang berada di sekitar wilayah operasi perusahaan. Untuk itu, tidak hanya bersih-bersih pantai tetapi kami juga melakukan beberapa program kegiatan CSR dan PKBL di Balongan,” kata Syamsu Alam.

Program Pemberdayaan dan Pembersihan Pantai Kampung Nelayan di Balongan dilaksanakan dengan beragam aktivitas. Selain pembersihan pantai, sekaligus dilaksanakan peresmian Arboretum Mangrove. Program Arboretum Mangrove dirancang untuk menambah sarana pendidikan bagi masyarakat umum terutama  kalangan akademis dalam melakukan penelitian dan pembelajaran mengenai mangrove. Di Abroretum ini terdapat 23 varietas mangrove dan tanaman vegetasi pantai yang akan terus dikembangkan.

Dalam sambutannya saat acara pembersihan pantai di Indramayu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar mengatakan bahwa pendekatan untuk pengelolaan pesisir dan pantai yang terintegrasi tak hanya untuk jangka pendek, tetapi juga harus untuk jangka panjang.

Ia juga menekankan pentingnya informasi dan pendekatan multi displin serta pengelolaan kepentingan berbagai penggunaan di wilayah pesisir. "Kita melihat ada hal-hal penting untuk mendukung pengelolaan wilayah pesisir, dan yang paling utama adalah dukungan serta keterlibatan masyarakat,” ujarnya.

Untuk upaya konservasi memang keterlibatan masyarakat dengan pihak-pihak pengelola kepentingan bisnis harus saling berkesinambungan dan mendukung. Komunikasi baik ini telah dibangun oleh Pertamina dengan masyarakat Indramayu. Setelah musibah tumpahnya minyak di pesisir Indramayu pada tahun 2008. Tentunya musibah ini mengakibatkan dampak kerusakan yang diderita perusahaan maupun masyarakat.

Setelah musibah itu, Pertamina mengajak masyarakat untuk mengembalikan keadaan alam yang terkena tumpahan minyak dengan menanam pohon mangrove sebagai pemulihan. Atas rekomendasi Tim Ahli dari IPB, sebanyak 4 kecamatan dan 17 desa dengan luas sekitar 343 perlu dipulihkan dengan cara penanaman mangrove dan vegetasi pantai lainnya sepeti pohon kelapa, nyamplung, atau juga cemara laut.

Pertamina RU VI Balongan pada tahap awal tahun 2010-2013 menyediakan bibit mangrove untuk memulihkan keadaan lingkungan. Bibit mangrove ini nantinya akan ditanam di Desa Juntinyuat (10.000 bibit), Desa Majakerta (5.000 bibit), Desa Balongan (10.800 bibit), Desa Karangsong (15.000 bibit), Desa Brondong (5.000 bibit) dan Desa Eretan (5.000 bibit).
Berkat kesadaran warga untuk menyeimbangkan alam yang terdampak minyak tumpah dengan menanam mangrove. Kini hutan mangrove di Karangsong menjadi wisata baru bagi masyarakat. Kawanan bangau pun sudah menjadikan hutan ini menjadikannya rumah.
Wisata hutan mangrove ini menyediakan 1,4 kilometer track ekowisata di mangrove Karangsong. Tentunya wisata ini juga menguntungkan masyarakat sekitar dari segi ekonomi. Banyak nelayan sekarang beralih menjadi penyewa jasa kapal bagi wisatawan yang berdatangan.

“Kami sangat berharap apa yang dilakukan Pertamina hari ini dapat betul-betul dirasakan manfaatnya oleh masyarakat tidak hanya hari ini namun juga di masa mendatang. Apa yang diinisiasi Pertamina dengan menggalang peran aktif masyarakat  hari ini hanya sebuah bentuk upaya menggugah kesadaran warga sekitar pantai untuk lebih peduli akan kesehatan lingkungannya yang sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang baik apabila dilestarikan,” tutup Syamsu Alam.